Yang tersisa dari kelas Kursus Bahasa : Stereotype, miniatur PBB, dan serba-serbinya

Die Sprache ist die Kleidung der Gedanken

Moin moin,. Salam hangat bersemangat untuk kalian semua yang menyempatkan diri membaca tulisan di blog ini. Sekarang saya akan bercerita tentang serba-serbi pengalaman setelah mengikuti kursus bahasa Jerman untuk persiapan DSH di Leibniz Universität Hannover. Sebulan merupakan waktu yang tidak terlalu panjang untuk sebuah kebersamaan apalagi bagi kami para peserta yang berasal dari negara, budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda.

Namun intensitas pertemuan yang memicu rasa rindu setelah program ini berakhir beberapa hari yang lalu. Betapa tidak, setiap hari kecuali Minggu dari terbit sampai terbenamnya matahari kami selalu bersama, dalam satu ruangan, dalam satu situasi, dan satu harapan yaitu lulus ujian!.

Also… kalimat pembuka dalam postingan ini terasa sangat menarik dan saya coba untuk menghubung-hubungkan dengan apa yang saya lihat dan rasakan menyangkut budaya orang-orang asing yang ingin menimbah ilmu di Jerman (baca: kami). Terdiri dari 20 orang yang tentu saja bukan berasal dari Jerman, mewakili beberapa benua di dunia (minus Australia), menjadikan kelas kursus bahasa ibarat miniatur Perserikatan Bangsa Bangsa.

DSH Vorbereitungkurs Leibniz Uni Hannover

Klassenkamerad DSH-Vorbereitungkurs

Perkenalkan beberapa teman baik saya : Yuxuan Liu, Dai, dan Xin Lung. Dari namanya sudah bisa dipastikan mereka berasal dari Tiongkok. Sempat mencocok-cocokkan dengan Stereotype yang pernah saya dengar tentang orang Tiongkok yang hampir semuanya benar. yaitu ulet dan rajin, hemat, pekerja keras, dan tidak mau menyerah sebelum mencoba. Tapi sayang mereka lebih sering menggunakan bahasa Tiongkok dalam berkomunikasi satu sama lain.

Daun Jeong asal Korea Selatan, teman bicara yang asik juga pintar. Darinya saya mengetahui betapa Korea Utara dan Selatan saling membenci, masing masing mempersiapkan kekuatan militer untuk berjaga-jaga jika suatu hari nanti terjadi perang. Hal ini dikenal dengan istilah wajib militer, dimana dia sudah pernah mengikutinya. Dan ternyata, seteah ditanya pendapatnya mengenai para artis K-Pop yang di idolakan di Indonesia, dia menjawab mereka Verrückt (gila), hahaha.

Masih dari benua Asia, ada Trần Huy Hoàng Duy dan Nguyen asal Vietnam. Keduanya sudah fasih berbahasa Jerman namun kental sekali dengan logat Vietnam saat berbicara. Bergeser ke Asia bagian barat ada teman dari Pakistan, Sultan Zeb Khawaja. Dia mempunyai perpaduan darah Pakistan dan Jerman, yaitu ibunya berasal dari Hannover. Seru mendengar cerita dari Sultan bahwa di keluarganya menggunakan 3 bahasa. Hindi saat berbicara dengan ayahnya, Deutsch saat berbicara dengan ibu, dan berbicara bahasa Inggris dengan adiknya.

Selanjutnya perkenalkan juragan unta dari Saudi Arabiah bernama Reemo, teman menyontek jika saya lupa buat tugas rumah. Sebenarnya ada juga dua perempuan asal Irak dan Iran namun tidak terlalu akrab dengan mereka. Dari Zuriah, Tareq Shelhawy seorang muslim yang taat namun sangat menyukai Kölner Dom, baik hati dan suka menyapa. Menjadi sangat prihatin ketika mendengar darinya kondisi Zuriah saat ini, kehidupan disana sangat susah setelah konflik politik dan keamanan yang terjadi beberapa waktu lalu (hingga sekarang).

Dari benua Afrika ada Houssem Rhouma, Alaa Eddine Jelidi, dan Tata Islem, ketiganya asal Tunisia. Sangat ideologis, tegas, dan teguh pada pendirian. Hal ini berlaku juga dalam proses belajar dimana mereka tidak segan-segan menentang si pengajar jika ada kesalahan atau sesuatu yang kurang jelas.

Mewakili benua Eropa ada Ilas Mihai asal Rumania dan Tatsiana dari Belarusia. Ilas adalah seorang pendeta yang akan melanjutkan studi Teologi di Jerman, tiap pagi ketemu di S-Bahn menuju kampus, banyak bertanya soal Indonesia kepada saya. Sementara Tatsiana datang ke Jerman mengikuti suaminya yang berprofesi sebagai dokter. Yang terakhir dari Benua Amerika ada Yaima Sanchez Perez asal Kuba. Datang ke Jerman untuk melanjutkan studi bahasa Spanyol yang tidak lain adalah bahasa nasional di negaranya, hehe menarik ya.

Setelah cukup panjang lebar memperkenalkan teman-teman yang saya rasa dekat dan akrab selama sebulan ini, juga gambaran prilaku baik itu Stereotype maupun kenyataan sesungguhnya hanya ingin menghantarkan pandangan anda pada kalimat pembuka postingan ini, “Die Sprache ist die Kleidung der Gedanken”. Ya ! Coba bayangkan betapa pentingnya bahasa yang memungkinkan kita bisa berkomunikasi satu sama lain. kurang lebih terdapat 6.800 bahasa di dunia, dan saya percaya masing masing penutur bahasa mempunyai pola pikir yang berbeda beda. So,.. Bahasa yang kita gunakan sesungguhnya mewakili pemikiran kita.

“Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”, pepatah yang tepat untuk situasi ini. Saat kita menggunakan bahasa Ibu, disitulah kita menuangkan pemikiran-pemikiran sebagai seorang Indonesia. Berlaku sama ketika kita berbicara bahasa Jerman, maka saatnya kita berpikiran selayaknya orang Jerman !

DSH Vorbereitungkurs Leibniz Uni Hannover (11)

Klassenkamerad

DSH Vorbereitungkurs Leibniz Uni Hannover

Wir sind wir

7 thoughts on “Yang tersisa dari kelas Kursus Bahasa : Stereotype, miniatur PBB, dan serba-serbinya

  1. aduh kebayang sedihnya kalau harus berpisah sama teman2 kursus, apalagi saya masa kursusnya sampe 1 tahun, udah berasa seperti sekolah aja, tapi asik ya kita punya teman2 dari berbagai negara jadi bisa tau berbagai kebudayaan dari negara2 lain 🙂

    • Kami saja yang hanya sebulan galaunya minta mpun saat berpisah, apalagi mbak Adhya dan teman teman yang satu tahun belajar bersama ya… hmmm… mempunyai teman dari berbagai negara juga bisa jadi motifasi untuk berkunjung ke negaranya mereka.. haha

  2. Pasti terharu sekali. Betapapun, kalian semua pernah sama-sama, dan kenangan di ruang kelas itu salah satu yang paling susah untuk dilupakan.
    Pengalaman yang sangat menarik untuk bisa punya teman dari semua penjuru dunia. Mengetahui bagaimana pola pikir masyarakat-masyarakat suatu negara dari duta-duta benua seperti itu adalah sesuatu yang sangat berharga :)).
    Cuma saya kok ya agak gimana gitu dengan ada orang yang belajar bahasa asing negaranya di luar negeri. Saya belum bisa memikirkan bagaimana jadinya kalau ada orang Indonesia yang studi bahasa Indonesia di universitas negara lain selain Indonesia. Menurut saya, rasanya agak kurang pas…

    • Benar sekali Gara, sampai sekarang rasa rindu teman teman sekelas masih ada. *disitu kadang saya sedih* hahaha
      Aneh juga ya,,, kenapa gak belajar bahasa spanyol di spanyol sekalian ? hehe

      • Nah kan :haha
        Tapi mungkin di Spanyol belum ada yang mendalami bahasa itu seperti yang dilakukan di Jerman :hmm…

Leave a reply to adhyasahib Cancel reply